BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles,
Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300
SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan
kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya
akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan
memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar
terjadi.[2]
Penalaran deduktif tergantung pada premisnya.
Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah,
dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak
tepat.[3]
Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran
induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika
deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran
atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru
sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini
sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat
berlaku secara umum.
Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip
umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran
induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan
informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan
fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerak, Isaac
Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan LeVerrier
menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa,
posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan
(perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).
BAB
2
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (observasi empiric) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian.berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan berbentuk
proposisi-proposisi yang sejenis,berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar,orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya
tidak diketahui.proses inilah yang disebut menalar. Ada dua metode dalam
penalaran,yaitu deduktif dan induktif. Penalaran Deduktif adalah metode
berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebihdahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus
B.
PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran
deduktif adalah suatu tahap pemikiran dan pembelajaran manusia untuk
menghubungkan antara data dengan fakta yang ada sehingga pada akhirnya terdapat
kesimpulan yg dapat diambil.
Penalaran deduktif bertolak dari sebuah
konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih
umum. Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum dari pada proposi tempat
menarik simpulan itu. Proposi tempat merarik simpulan itu disebut premis. Atau
dapat juga di artikan penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal
pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan
berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih
khusus.
Metode
ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen
dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian di lapangan.
Macam
– macam penalaran deduktif
·
SILOGISME
Merupakan
suatu cara penalaran yang formal.Penalaran dalam bentuk ini jarang
ditemukan/dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti
polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia
dihukum karena melanggar peraturan “X”
·
Silogisme Katagorik
Silogisme
Katagorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik.
Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat
dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan
premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara
kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
·
Silogisme Hipotetik
Silogisme
Hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik,
sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.
·
Silogisme Disyungtif
Silogisme
Disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan
premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif
yang disebut oleh premis mayor.Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis
mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya.
C.
Penalaran Induktif
Penalaran
induktif adalah penalaran yang memberlakukan atribut-atribut khusus untuk
hal-hal yang bersifat. Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi
inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses
penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi
kesimpulan yang bersifat umum.
Ciri-ciri
penalaran induktif
Menyebutkan peristiwa " khusus "
Menarik
kesimpulan berdasarkan peristiwa khusus
Kesimpulan terdapat diakhir paragraf
contoh
penalaran induktif adalah :
Premis
1 : Ayam punya mata
Premis
2 : Kucing punya mata
Premis
3 : Bebek punya mata
Premis
4 : Kuda punya mata
Konklusi
: setiap hewan punya mata
Proposisi
Pengertian
dan Contoh Proposisi
Pengolahan
Poposisi Majemuk
Hasil
penalaran majemuk ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:
1) Tautologi;
2) Kontradiksi;
3) Kontingensi.
1.
Terjadi Tautolog
a.
Konversi;
b.
Inversi;
c.
Kontraposisi
d.
Kondisionaliti
e.
Negasi Implikasi
f.
Negasi Ekuivale
g.
De Morgan;
h.
Distribusi.
2. Terjadi Kontradiksi
Hasil
akhir salah semua dari semua kemungkinan nilai logis.
3. Terjadi Kontigensi
Hasil
akhir ada yang benar dan ada yang salah dari kemungkinan nilai logisnya.
Pengertian
Inferensi dan implikasi
Inferensi
Alwasilah
(1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman
dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan
membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup
pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra
(1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan,
bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata
(morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna
(semantik) (Suwito,1985:55).
Interferensi,
menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat
terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa
atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168)
mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah
satu bahasa atau lebih.
Untuk
memantapkan pemahaman mengenai pengertian interferensi, berikut ini akan
diketengahkan pokok-pokok pikiran para ahli dibidang sisiolinguistik yang telah
mendefinisikan peristiwa ini.
Menurut
pendapat Chaer (1998:159) interferensi pertama kali digunakan oleh Weinrich untuk
menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya
persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh
penutur yang bilingual. Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam
menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain.
Serpihan-serpihan klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain juga
dapat dianggap sebagai peristiwa interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan
Stonk dalam Chair (1998:160) interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya
kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek
kedua.
Interferensi dalam bentuk kalimat
Interferensi
dalam bidang ini jarang terjadi. Hal ini memang perlu dihindari karena pola
struktur merupakan ciri utama kemandirian sesuatu bahasa. Misalnya, Rumahnya
ayahnya Ali yang besar sendiri di kampung itu, atau Makanan itu telah dimakan
oleh saya, atau Hal itu saya telah katakan kepadamu kemarin. Bentuk tersebut
merupakan bentuk interferensi karena sebenarnya ada padanan bentuk tersebut
yang dianggap lebih gramatikal yaitu: Rumah ayah Ali yang besar di kampung ini,
Makanan itu telah saya makan, dan Hal itu telah saya katakan kepadamu
kemarin.Terjadinya penyimpangan tersebut disebabkan karena ada padanan konteks
dari bahasa donor, misalnya: Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe ing kampung iku,
dan seterusnya
Interferensi Semantik
Berdasarkan
bahasa resipien (penyerap) interferensi semantis dapat dibedakan menjadi,
Jika
interferensi terjadi karena bahasa resipien menyerap konsep kultural beserta
namanya dari bahasa lain, yang disebut sebagai perluasan (ekspansif). Contohnya
kata demokrasi, politik, revolusi yang berasal dari bahasa Yunani-Latin.
Yang
perlu mendapat perhatian, interferensi harus dibedakan dengan alih kode dan
campur kode. Alih kode menurut Chaer dan Agustina (1995:158) adalah peristiwa
penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya
sebab-sebab tertentu, dan dilakukan dengan sengaja. Sementara itu, campur kode
adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam
bahasa yang lain secara konsisten. Interferensi merupakan topik dalam
sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua bahasa atau lebih
secara bergantian oleh seorang dwibahasawan, yaitu penutur yang mengenal lebih
dari satu bahasa. Penyebab terjadinya interferensi adalah kemampuan
penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain
(Chaer,1995:158). Biasanya interferensi terjadi dalam penggunaan bahasa kedua,
dan yang menginterferensi adalah bahasa pertama atau bahasa ibu
Jenis inferensi
Interferensi
merupakan gejala umum dalam sisiolinguistik yang terjadi sebagai akibat dari
kontak bahasa, yaitu penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur
yang multilingual. Hal ini merupakan suatu masalah yang menarik perhatian para
ahli bahasa. Mereka memberikan pengamatan dari sudut pandang yang berbeda beda.
Dari pengamatan para ahli tersebut timbul bermacam-macam interferensi.
Secara
umum, Ardiana (1940:14) membagi interferensi menjadi lima macam, yaitu
(1)Interferensi
kultural dapat tercermin melalui bahasa yang digunakan oleh dwibahasawan. Dalam
tuturan dwibahasawan tersebut muncul unsur-unsur asing sebagai akibat usaha
penutur untuk menyatakan fenomena atau pengalaman baru.
(2)Interferensi
semantik adalah interferensi yang terjadi dalam penggunaan kata yang mempunyai
variabel dalam suatu bahasa.
(3)
Interferensi leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata pinjaman atau
integrasi telah menyatu dengan bahasa kedua, sedangkan interferensi belum dapat
diterima sebagai bagian bahasa kedua. Masuknya unsur leksikal bahasa pertama
atau bahasa asing ke dalam bahasa kedua itu bersifat mengganggu.
(4)Interferensi
fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan dan artikulasi.
(5)
Interferensi gramatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis dan
sintaksis.
Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari
bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar,
kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama artinya jika
kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila
matahari bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang
waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari
bersinar berimplikasi udara terasa
hangat”.
“Matahari
bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan
pernyataan diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah
cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar
merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan
untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara
menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari
bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar
Wujud Evidensi
merupakan semua fakta yang ada, semua
kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan
suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung
dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang
paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan
data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber
tertentu.
Cara menguji data
Data
dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena
itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan
yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa
cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1.
Observasi
2.
Kesaksian
3.
Autoritas
Cara
menguji fakta
Untuk
menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta,
maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian
tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta,
sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua
yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat
kesimpulan yang akan diambil.
1.
Konsistensi
2.
Koherensi
BAB
3
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam prosesnya
ada 2 macam yaitu penalaran Deduktif dan penalaran Induktif.
Penalaran
Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Penalaran
Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal khusus ke umum.
1.Beberapa
cara yang digunakan untuk pungujian adalah,kecuali:
a.Obeservasi
b.Kesaksian
c.Autoritas
d.Konsistensi
2.Hasil
penalaran majemuk ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi, kecuali :
a.Tautologi;
b.Kontradiksi;
c.Kontingensi.
d.Metodologi
3.Bahan
keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu disebut
a.Data
b.Wujud
c.Evidensi
d.Proposisi
4.
Proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang
berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum disebut :
a.Penalaran
induktif
b.Penalaran
deduktif
c.Penalaran
reduktif
d.Penalaran
nonaktif
5
.Iterferensi yang terjadi dalam penggunaan kata yang mempunyai variabel dalam
suatu bahasa disebut
a.Interfensi
Semantik
b.Interfensi
Kultural
c.Internal
Leksikal
d.Internal
Fonologis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar