SEJARAH BUDAYA BETAWI
Menurut garis besarnya, wilayah Budaya Betawi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Betawi Tengah atau Betawi Kota dan Betawi Pinggiran. Yang termasuk wilayah Betawi Tengah merupakan kawasan yang pada zaman akhir Pemerintah kolonial Belanda termasuk wilayah Gemeente Batavia, kecuali beberapa tempat seperti Tanjung Priuk dan sekitarnya. Sedangkan daerah - daerah lain diluar daerah tersebut, terutama daerah - daerah diluar wilayah DKI Jakarta, merupakan wilayah budaya Betawi Pinggiran, yang pada masa lalu oleh orang Betawi Tengah biasa disebut Betawi Ora.
Pembagian kedua wilayah budaya itu bukan semata - mata berdasarkan geografis, melainkan berdasarkan ciri - ciri budayanya, termasuk bahasa dan kesenian tradisi yang didukungnya. Menurut garis besarnya dialek Betawi dapat dibagi menjadi dua sub dialek, yaitu sub dialek Betawi Tengah dan sub dialek Betawi Pinggiran.
Di wilayah budaya Betawi Tengah tampak keseniannya sangat besar dipengaruhi kesenian Melayu, sebagaimana jelas terlihat pada orkes dan tari Samrah. Disamping itu masyarakatnya merupakan pendukung kesenian bernafaskan Agama Islam, sedangkan didaerah pinggiran berkembang kesenian tradisi lainnya, seperti Wayang Topeng,Lenong, Tanjidor dan sebagainya, yang tidak terdapat dalam lingkungan masyarakat Betawi Tengah.
Timbulnya dua wilayah budaya itu disebabkan berbagai hal, diantara lain karena perbedaan histories, ekonomis, sosiologis, perbedaan kadar dari unsure - unsure etnis yang menjadi cikal bakal masing - masing, termasuk kadar budaya asal suku yang mempengaruhi kehidupan budaya mereka selanjutnya. Agar hal - hal tersebut menjadi lebih jelas, maka selayang pandang akan disajikan latar belakang sejarah terbentuknya masyarakat Betawi, yang sangat erat kaitannya dengan sejarah Jakarta dan sekitarnya. (budayajakarta.com/rmb)
Srengseng Sawah tidak dipilih secara langsung untuk menjadi tempat pelestarian budaya ini. Semua melalui berbagai proses musyawarah dan setelah dikumpulkan berbagai pilihan dari berbagai wilayah di DKI seperti Rorotan, Kemayoran Srengseng Jakarta Barat, dan Condet. Akhirnya lewat sarasehan, seminar dan lokakarya maka dipilihlah Srengseng Sawah lewat SK Gubernur No. 9 tahun 2000.
Minggu pagi beberapa waktu lalu, saya penasaran dengan semua yang saya dengar mengenai Perkampungan Budaya Setu Babakan. Oleh sebab itu saya langsung meluncur ke sana. Tidak sulit untuk mencapai lokasi seluas 289 hektar ini. Untuk angkutan kita bisa menggunakan metromini 616 jurusan Blok M-Ps. Minggu-Cipedak. Atau angkutan umum bernomor 128 dari terminal Depok. Dan tinggal bilang sama supirnya untuk turun di Setu Babakan.
Sampai di Setu Babakan tempat yang dibangun sekitar pertengahan Oktober tahun 2000 ini. Kita akan di sambut dengan Gapura Besar bertuliskan ‘Pintu Masuk I Bang Pitung Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan’.
Nah, dari situ kita sudah mulai menemui rumah-rumah berarsitektur Betawi. Dan ternyata tak hanya warga Betawi yang boleh punya rumah di Perkampungan Setu Babakan pendatang pun boleh membeli tanah kemudian membangun rumah di sana, hanya saja karakteristik fisik bangunannya harus menyesuaikan dengan arsitektur Betawi.
Tak jauh dari pintu masuk ada sebuah gang di sebelah rumah besar. Masuk ke dalam gang tersebut memudahkan kita sampai ke arena wisata budaya ini. Di tengah areal tersebut akan kita temui panggung besar yang juga beraritektur Betawi. Di tempat tersebut kita bisa melihat berbagai pertunjukan kesenian Betawi seperti Pagelaran Seni Budaya Betawi setiap hari Minggu sekitar pukul 14.00-17.00 (Wib), Latihan Tari Betawi pada hari Minggu dan Jumat pagi, serta Rabu sore.
Seperti pagi itu saya menyaksikan beberapa anak kecil dan remaja bergantian menari tarian Betawi di panggung. Tari-tarian seperti Sirih Kuning, Nandak Ganjen, dan Lenggang Nyai di bawakan dengan apik oleh para peserta Sanggar Budaya Betawi Setu Babakan yang beranggotakan kurang lebih 500 anak-anak dan remaja.
Sebenarnya Setu Babakan dibangun bukan hanya sebagai tempat wisata, namun Bang Indra salah satu pengelola mengatakan, “Ini bukan semata-mata untuk tempat wisata aja, tapi framenya udah jelas. Yaitu daerah pariwisata berkarakteristik dan berbudaya betawi. Titik segede gentong. Nggak bisa ditawar lagi.”ujar Bang Indra menegaskan.
Setu Babakan yang dulunya merupakan bagian dari kampung Kalibata menawarkan tiga paket wisata, yakni Wisata Budaya, disini kita bisa menikmati pagelaran seni baik itu musik, tarian, maupun teater pada setiap hari minggu sekitar pukul 14.00-17.00 (Wib). Atraksi upacara maupun prosesi budaya seperti upacara pernikahan, sunatan, akekah, hatam quran, nujuh bulan, dan banyak lagi lainnya pada setiap tahun di Bulan Juli. Atau kita juga bisa sekedar melihat latihan anak-anak dan remaja menari maupun bermain silat. Selain itu deretan rumah-rumah khas betawi akan dengan mudah kita temui. Dan kita bisa menggunakannya sebagai tempat arisan, maupun pengajian. Lingkungannya yang asri juga membut banyak pengunjung datang untuk sekedar berpiknik bersama keluarga. Apalagi untuk masuk ke perkampungan budaya ini kita tidak perlu mengeluarkan biaya untuk tiket masuk. Pengunjung hanya dikenai biaya untuk parkir saja.
Kemudian yang tidak kalah menarik yaitu, Wisata Air. Setu Babakan dan Setu Mangga Bolang yang ada di situ disa dijadikan tempat memancing yang seru bersanma teman, keluarga bahkan pacar. Seperti saat saya ke sana. Deretan pengujung memadati hampir setiap pinggiran Setu. Ada yang sedang asik bermesaraan dengan pacar, sekedar ngobrol-ngobrol dengan teman se-gank, maupun yang sedang menyantap makanan bersama keluarga di atas tikar yang mungkin sengaja mereka siapkan dari rumah. Dan disana kita tidak perlu khawatir kelaparan. Deratan penjaja makanan sepanjang yang Setu Babakan seakan tidak berujung. Dan ini pun unik, karena di sini kita bisa menemui berbagai macam makanan khas Betawi. Dari mulai soto betawi, kerak telor, serabi, gado-gado, hingga semur jengkol pun tersedia di sini. Jadi kita tidak perlu berlama-lama menunggu Pekan raya Jakarta untuk menikmati semua makanan khas Betawi tersebut.
Untuk yang ingin menyusuri Setu pihak pengelola menyediakan sepeda air. Dengan tarif sebesar Rp. 8000,- kita bisa menikmati Setu Babakan di atas air. Ingin naik delman, disini juga ada lho. Tinggal negosiasi harga dengan pengemudi delman kita bisa berkeliling Setu dengan delman. Atau mungkin kita hanya ingin bersantai-santai menikmati pemandangan Setu Babakan. Kita bisa duduk di pingggir-pinggir Setu. Karena di sana disediakan bangku-bangku untuk duduk di pinggir Setu tersebut.
Selain dua jenis wisata tadi ditambah wisata kuliner tentunya. Ada satu lagi paket wisata yang ditawarkan tempat ini. Wisata Agro, uniknya di sini wisatawan tidak akan diajak ke perkebunan atau pertanian. Melainkan diajak pelataran rumah-rumah penduduk yang terdapat tanaman-tanama khas Betawi. Nantinya para wisatawan akan disambut dengan dipetikan buah sebagai tanda penghormatan. Jika wisatawan tertarik ingin memetik sendiri dan membawa pulang, tentunya ia harus membayar. Buah-buahan yang bisa dinikmati di Perkampungan Budaya Setu Babakan antara lain Belimbing, Rambutan, Buni, Jambu, Dukuh, Menteng, Gandaria, Mengkudu, Namnam, Kecapi, Durian, Jengkol, Kemuning dan banyak lagi, hingga buah langka seperti Krendang.
Dan Setu Babakan juga menyediakan pemandu untuk semua paket tersebut. Paket-paket wisata di tempat ini pun masih bisa di sesuaikan dengan keinginan si pengunjung. Begitu pula dengan biaya pemandu dan lainnya. Semua masih bisa dibucarakan dan belum ada standar yang baku untuk semua paket wisata ini.
Tapi selain berbagai paket wisata unik dan seru yang bisa kita jumpai di tempat ini. Ternyata Setu Babakan juga memiliki aturan khusus yang juga masih berakar pada Budaya Betawi. Diantaranya. Pengunjung diharapkan sudah meninggalkan lokasi mulai pukul 18.00 (Wib), karena menurut pengelola jika pengunjung masih di sini di atas pukul tersebut, bisa jadi niatnya sudah bukan lagi sebagai tempat berekreasi namun lebih ke hal-hal negatif. Kemudian yang unik lagi semua kegiatan di tempat ini di usahakan berhenti ketika terdengar suara adzan. “Yah, meskinpun cuma lima menit diusahain berenti dulu dah aktivitas kalo lagi adzan,” tutur Bang Indra. Dan di tempat ini sangat dilarang berjualan minuman keras.
Gimana seru kan? Di sini kita bisa mengenal berbagai kebudayaan Betawi, melihat tari-tarianya, musiknya, rumah-rumahnya. Sampai jajanan dan makanan khasnya. Dan yang menarik lagi kita tidak perlu merogoh kocek yang banyak untuk berwisata ke tempat ini. Wisata murah sekaligus mendidik dan melestarikan budaya rasanya patut dicoba.
Selanjutnya saya akan menjelaskan sejarah budaya betawi. Sejak dulu memang sudah banyak perdebatan mengenai asal mula beragam budaya yang kini ada di Betawi. Paralel dengan perdebatan sejak kapan kaum Betawi eksis. Pakar masalah Betawi seperti Ridwan Saidi mengungkapkan bahwa orang Betawi sudah ada sejak jaman Neolitikum. Sementara Lance Castle, sejarawan Belanda, mengatakan bahwa yang disebut kaum Betawi baru muncul pada tahun 1930, saat sensus penduduk dilakukan. Pada sensus penduduk sebelumnya, kaum Betawi tidak disebutkan. Kala itu sensus memang dilakukan berdasarkan etnis atau asal keturunan. Namun terlepas dari itu, memang kemunculan kaum Betawi baru terdengar secara nasional pada saat Muhamad Husni Thamrin mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi.
Sebelumnya etnis Betawi hanya menyebut diri mereka berdasarkan lokalitas saja, seperti Orang Kemayoran, Orang Depok, Orang Condet, Orang RawaBelong dan sebagainya. Lalu bagaimana dengan munculnya ragam budaya di Betawi? Mengenai hal ini, tak dapat dipungkiri bahwa mulai terjadi saat Sunda Kelapa Menjadi Pelabuhan Internasional yang ramai dikunjungi kapal-kapal asing pada abad 12. Kemudian pada abad 14 sampai 15, Sunda kelapa dikuasai Portugis. Mereka juga banyak memberi pengaruh kebudayaan yang kuat kala itu.
Padat tahun 1526, Pangeran Fatahillah menyerbu Sunda Kelapa dan menamakan daerah kekuasaannya dengan nama Jayakarta . Sejak dikuasai Fatahillah, kota Jayakarta banyak dihuni oleh orang Banten, Demak dan Cirebon. Lalu saat Jan Pieterzoon Coen menguasai Jayakarta dan mendirikan Batavia, dimulailah mendatangkan etnis Tionghoa yang terkenal rajin dan ulet bekerja untuk membangun ekonomi Batavia. Coen juga mendatangkan banyak budak dari Asia Selatan dan Bali.
Perlahan tapi pasti kebudayaan di Batavia kala itu semakin semarak saja, karena setiap etnis biasanya juga membawa dan mempengaruhi kebudayaan setempat. Ditambah lagi umumnya para budak atau etnis tertentu yang didatangkan ke Batavia adalah pria. Sehingga disini mereka kemudian kawin dengan wanita setempat dan beranak pinak.
Disaat bersamaan pula para pedagang dari Arab dan India juga terus berdatangan, oleh Belanda mereka di tempatkan di Pekojan. Semakin hari semakin banyaklah pendatang dari India dan Arab, akhirnya mereka pindah ke Condet, Jatinegara, dan Tanah Abang. Tak heran masih banyak warga keturunan Arab di daerah-daerah tersebut.
Betawi tempo dulu sangat permai dan indah, sungai-sungai yang bersih, masyarakat yang santun, dibandingkan dengan masyarakat betawi jaman sekarang berbeda jauh.
* http://pewarta-indonesia.com/inspirasi/sosial-a-budaya/3403-indahnya-budaya-betawi-di-pinggiran-jakarta.html
* http://sejarahbudayabetawi.blogspot.com/2010/05/sejarah-budaya-betawi.html
* http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi