Senin, 14 November 2011

ILMU BUDAYA DASAR : MANAJEMEN KEBUDAYAAN

* Prof. Dr. I Made Bandem,
budayawan
dan juga Rektor ISI Yogyakarta

Manajemen Kebudayaan dan Penduniaan Kultur Indonesia 
   
    Dalam dua dasawarsa belakangan ini, kita makin memahami bahwa interaksi antarbudaya adalah bagian pasti dari keseharian kita, dan timbal-balik tersebut akan berlangsung selamanya berkat kepesatan teknologi informasi, kecanggihan komunikasi, dan kemudahan dalam pergerakan manusia saat ini. Secara bersamaan, muncul ketegangan kultural (culture shock) yang merangsang harapan dan juga krisis. 

    Selanjutnya kita makin larut dalam fenomena kosmopolitan yang kerap kita sebut globalisasi di mana kehidupan yang kita jalani sebagai warga suatu negara secara bersamaan dijalani pula dengan keterlibatan budaya, material, dan psikologis dengan masyarakat di negara lain. Kejadian yang jauh secara geografis pun menjadi teramat dekat sekaligus berdampak signifikan; semuanya mengaburkan makna mengenai batasan ''ruang lingkup personal''. 
Jelas bahwa globalisasi melahirkan perenungan terhadap totalitas kebudayaan sebagai identitas (pribadi, bangsa dan negara), seiring dengan terkonstruksinya identitas global yang mengemukakan karakter dan kearifan lokal yang dalam realitanya diterima secara universal. Budaya lokal dan budaya nasional tersedot dan melekat pada kekuatan-kekuatan global yang mendorong keduanya untuk menumbuhkan refleksi serta adaptasi.  
Globalisasi juga mesti dipandang  sebagai kesempatan emas bagi bangsa kita untuk berbagi pengetahuan dasar, teknologi, investasi, sumber daya, dan nilai etik. Melihat potensi kebudayaan yang kita miliki, sudah seharusnya globalisasi menjadi ruang yang menguntungkan, yang kemudian berimplikasi pada peluang terbukanya pasar kultural (cultural markets) untuk mensosialisasikan kebudayaan Indonesia di pentas dunia, baik itu mewujud seni pertunjukan, seni rupa, maupun seni sastra.  
Selama ini, bangsa kita melalui perwakilannya -- perorangan maupun kelompok -- telah aktif dalam berbagai pasar kultural tingkat global, seperti di antaranya beragam World Expo, berbagai biennale seni rupa maupun sastra serta festival seni budaya lainnya seperti KIAS, Hannover Fair, Japan Indonesian Friendship Festival, atau Festival Gamelan Internasional. Dan, tidak kalah pentingnya, di tingkat nasional telah ada pula beberapa perhelatan seni budaya yang memiliki kualifikasi internasional seperti Indonesian Art Summit, Biennale Seni Rupa di Jakarta, Yogyakarta, Bali maupun CP Biennale dan event berskala dunia lainnya yang diselenggarakan secara swadaya oleh institusi-institusi kesenian di Indonesia. 
Namun, agar kebudayaan Indonesia mampu memberikan peran maksimal dalam memasuki pasar kultural dunia, sudah tentu dibutuhkan presenter, organiser atau impresario dalam bingkai pola manajemen seni budaya yang profesional. Di mana pemecahan masalah-masalah manajemen ini erat kaitannya dengan paradigma bidang budaya yang dapat diurai ke dalam tiga hal penting, yaitu: pembangunan yang berwawasan visi kebudayaan; menggali, memelihara, mengembangkan, menerapkan nilai-nilai budaya dalam seluruh aspek kehidupan dan pembangunan (misi); dan memberdayakan potensi budaya masyarakat dan sosialisasi budaya kerja, disiplin, budaya malu, patriotik, jujur dan sebagainya, serta menyediakan kelembagaan/institusi, sumber daya dan teknologi untuk mengembangkan budaya nasional (strategi). 
Setelah kita memiliki visi, misi, dan strategi pembinaan dan pengembangan kebudayaan, persoalan terakhir yang tidak kalah rumitnya adalah masalah manajemen kebudayaan. Faktor manajemen sering kita abaikan, sehingga pembinaan dan pengembangan kebudayaan menjadi kurang terarah dan penuh sloganisasi. Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, koordinasi dan pengarahan produktif dalam perusahaan bisnis. Istilah ini juga diterapkan pada manusia yang tersusun dalam suatu hirarki yang melaksanakan proses manajemen, yaitu manusia yang mengerjakan tugas mereka. Inilah makna dari istilah manajemen itu sendiri. Penerapan ide bagi manajemen dalam proses pembinaan dan pengembangan kebudayaan tak dapat dipisahkan dari makna ini
 
Aspek Penting

Beberapa aspek penting dari manajemen kebudayaan adalah:

(a) pengadopsian metode perencanaan baru, sebuah perencanaan yang memiliki pendekatan multidimensi yang dapat mengakomodasi sifat-sifat multidimensi, pertentangandan ketidaksepadanan
(b) dari partisipasi menjadi kemitraan, sebuah manajemen yang menjadikan masyarakat tidak hanya memenuhi kewajiban administrasi, tetapi melibatkan mereka lewat berbagi informasi, konsultasi, pembuatan keputusan dan pelaksanaan aksi
(c) mensistemasi informasi dari bawah ke atas atau sebaliknya ; dan 
(d) memberi pelatihan bagi pembuat keputusan (agen) terhadap pendekatan budaya yang sensitif bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan
 
   Jika pembangunan dan pengembangan kebudayaan dilakukan secara sungguh-sungguh, menyeluruh dan bersandarkan pada sejumlah pedoman di atas maka bisa diharapkan bahwa Kebudayaan Indonesia akan mampu mentransformasikan manusia Indonesia menjadi agen-agen kebudayaan (cultural agents) yang mampu menghadapi dinamika perubahan zaman dengan kepercayaan diri kultural yang kreatif, dinamis dan merdeka
Dengan kepercayaan diri kultural semacam itu, bangsa kita akan mampu untuk menerima serta memilah hal-hal baik dari berbagai kebudayaan luar tanpa harus kehilangan akar budaya nusantaranya dan tanpa harus menjadi objek pasif dari kebudayaan luar tersebut.  
Secara keseluruhan, peran proaktif manajemen kebudayaan tidak hanya memperkenalkan dan menyebarluaskan sistem, nilai serta norma kebudayaan Indonesia kepada dunia, namun akan mengambil peran yang lebih kompleks, yaitu berupaya membangun sebuah jembatan budaya yang akan menghubungkan berbagai kutub kebudayaan di dunia. Visi ini mesti menjadi kepedulian seluruh pranata dan insan seni Indonesia. 
 
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/8/11/f1.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar